[You must be registered and logged in to see this image.]
Tuban – Menjadi wanita pekerka sex komirsial (PSK) bukan merupakan cita-cita PSK di Wisma Gandul. ‘Pekerjaan’ itu dilakukan karena keterpaksaan desakan ekonomi dan sosial. Tidak ada satupun perempuan di dunia ini yang ingin bekerja sebagai wanita penghibur atau pemuas nafsu para pria hidung belang.
Tindakan yang dilakukan Wanita Tuna Susila (WTS) tidak hanya semata-mata dipicu oleh nafsu atau birahi.
Kondisi rumah tangga yang tidak harmonis atau suami istri sering bertengkar menjadi salah satu alasan seorang perempuan menjadi WTS dipandang dari sisi sosial. Sedangkan dari kondisi ekonomi, misalnya seperti kebutuhan dan beban hidup keluarga cukup tinggi. Sementara lapangan kerja yang mereka harapkan nyaris tidak ada. Kalau pun ada hasilnya tidak mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari. Hal inilah yang diungkapkan Khoiron Suaeib, saat memberikan ceramah agama kepada eks WTS Dusun Wonorejo Desa Gesing Kecamatan Semanding, Selasa (15/1).
”Kami yakin tidak ada orang yang menginginkan pekerjaan seperti ini, termasuk saudara-saudara yang ada di sini,” ujar mubalig asal Surabaya ini.
Kiai Prostitusi sebutan beken Khoiron Suaeib, saat dia memberikan wejangan kepada para eks WTS Gandul (sebutan tempat prostitusi Wonorejo-Red). Diharapkan untuk mantan penghuni lokalisasi gandul setelah diberikan ketrampilan dan bantuan dari Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur dapat menata kehidupan yang lebih baik lagi.
”Juga tidak kembali lagi ketempat ini atau ketempat prostitusi lainnya,” ungkapnya.
Lebih lanjut Kiai Prostitusi mengatakan, hidup ini hanya sekali, jadi manusia itu harus seimbang dalam mencari kemuliaan dunia maupun akhirat. Sehingga untuk mencari rizekipun harus dengan cara yang halal dan sesuai dengan yang diajarkan Tuhan.
”Walaupun sedikit bila rizki itu halal diperoleh dengan jalan yang baik maka akan barokah dan berkembang,” tuturnya.
Sedangkan, ketika kiai memberikan wejangan kepada para eks WTS ini suasana haru menyelimuti ruangan yang digunakan pertemuan itu. Bahkan, ketika para eks WTS ini diajak membaca sholawat oleh kiai, banyak diantara mereka yang meneteskan air mata.
Sementara itu, Kusnaini, (25) eks WTS Wonorejo asal Probolinggo mengungkapkan, dia berada ditempat ini sudah sekitar satu tahun yang lalu. Dia mengaku bekerja seperti ini karena himpitan ekonomi keluarga. Ibu satu anak ini ditinggal suaminya sejak masih mengandung. Dan saat ini anaknya sudah berumur 2,5 tahun.
”Ijasah maupun keahlian tidak punya mas, ya harus bekerja seperti ini untuk menghidupi anak,” ujarnya menunduk malu.
Menurutnya, dia sangat merasa bersyukur. Pasalnya, beberapa pekan ini mendapatkan pelatihan rias kecantikkan. Selain itu, saat ini juga mendapatkan modal usaha dari Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur sebesar Rp 3 juta.
”Semoga saja uang ini bisa saya gunakan untuk modal usaha dan menghidupi anak, sehingga tidak kembali lagi kelembah hitam lagi,” pungkasnya. (duc)
Tuban – Menjadi wanita pekerka sex komirsial (PSK) bukan merupakan cita-cita PSK di Wisma Gandul. ‘Pekerjaan’ itu dilakukan karena keterpaksaan desakan ekonomi dan sosial. Tidak ada satupun perempuan di dunia ini yang ingin bekerja sebagai wanita penghibur atau pemuas nafsu para pria hidung belang.
Tindakan yang dilakukan Wanita Tuna Susila (WTS) tidak hanya semata-mata dipicu oleh nafsu atau birahi.
Kondisi rumah tangga yang tidak harmonis atau suami istri sering bertengkar menjadi salah satu alasan seorang perempuan menjadi WTS dipandang dari sisi sosial. Sedangkan dari kondisi ekonomi, misalnya seperti kebutuhan dan beban hidup keluarga cukup tinggi. Sementara lapangan kerja yang mereka harapkan nyaris tidak ada. Kalau pun ada hasilnya tidak mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari. Hal inilah yang diungkapkan Khoiron Suaeib, saat memberikan ceramah agama kepada eks WTS Dusun Wonorejo Desa Gesing Kecamatan Semanding, Selasa (15/1).
”Kami yakin tidak ada orang yang menginginkan pekerjaan seperti ini, termasuk saudara-saudara yang ada di sini,” ujar mubalig asal Surabaya ini.
Kiai Prostitusi sebutan beken Khoiron Suaeib, saat dia memberikan wejangan kepada para eks WTS Gandul (sebutan tempat prostitusi Wonorejo-Red). Diharapkan untuk mantan penghuni lokalisasi gandul setelah diberikan ketrampilan dan bantuan dari Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur dapat menata kehidupan yang lebih baik lagi.
”Juga tidak kembali lagi ketempat ini atau ketempat prostitusi lainnya,” ungkapnya.
Lebih lanjut Kiai Prostitusi mengatakan, hidup ini hanya sekali, jadi manusia itu harus seimbang dalam mencari kemuliaan dunia maupun akhirat. Sehingga untuk mencari rizekipun harus dengan cara yang halal dan sesuai dengan yang diajarkan Tuhan.
”Walaupun sedikit bila rizki itu halal diperoleh dengan jalan yang baik maka akan barokah dan berkembang,” tuturnya.
Sedangkan, ketika kiai memberikan wejangan kepada para eks WTS ini suasana haru menyelimuti ruangan yang digunakan pertemuan itu. Bahkan, ketika para eks WTS ini diajak membaca sholawat oleh kiai, banyak diantara mereka yang meneteskan air mata.
Sementara itu, Kusnaini, (25) eks WTS Wonorejo asal Probolinggo mengungkapkan, dia berada ditempat ini sudah sekitar satu tahun yang lalu. Dia mengaku bekerja seperti ini karena himpitan ekonomi keluarga. Ibu satu anak ini ditinggal suaminya sejak masih mengandung. Dan saat ini anaknya sudah berumur 2,5 tahun.
”Ijasah maupun keahlian tidak punya mas, ya harus bekerja seperti ini untuk menghidupi anak,” ujarnya menunduk malu.
Menurutnya, dia sangat merasa bersyukur. Pasalnya, beberapa pekan ini mendapatkan pelatihan rias kecantikkan. Selain itu, saat ini juga mendapatkan modal usaha dari Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur sebesar Rp 3 juta.
”Semoga saja uang ini bisa saya gunakan untuk modal usaha dan menghidupi anak, sehingga tidak kembali lagi kelembah hitam lagi,” pungkasnya. (duc)