[You must be registered and logged in to see this image.]Tuban – Masuknya industri besar seperti Semen Indonesia, Holcim, Petrocina, Pertamina, TPPI dan berbagai perusahaan lainnya di Tuban pasti akan memberikan dampak, baik positif maupun negatif bagi masyarakat yang hidup disekitar wilayah operasinya.
Salah satu dampak industri yang perlu diwaspadai adalah kegagalan industri. Sebab, kegagalan Industri berpotensi mengakibatkan kerusakan massif maupun bencana alam. Jika ini terjadi, yang paling dirugikan adalah masyarakat Tuban utamanya mereka yang bertempat tinggal di industri itu berdiri.
Demikian yang dikatakan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Tuban, Joko Ludiono, saat ditemui kotatuban.com, diruang kerjanya, Sabtu (16/11). Joko mengungkapkan, BPBD Tuban saat ini sedang mensosialisasikan kepada perusahaan-perusahaan yang ada di Tuban untuk membuat peta rawan becana akibat kegagalan teknologi. Pasalnya, hingga saat ini belum ada perusahaan yang membuat kesepakatan penangan bencana akibat kegagalan teknologi.
”Peta tersebut harus dimiliki oleh perusahaan. Hal ini sebagai langkah antisipasi jika terjadi bencana kegagalan teknologi. Selain itu, perusahaan tersebut tetap harus koordinasi dengan BPBD. Pasalnya, jika terjadi bencana tersebut BPBD yang menanganinya,” ujar mantan camat Grabagan tersebut.
Menurutnya, saat ini baik perusahaan maupun masyarakat harus menyadari akan bahayanya bencana akibat kegagalan teknologi. Pasalnya, di Tuban selama ini dirasa masih kurang disadari oleh perusahaan maupun masyarakat. Bencana kegagalan industri atau kecelakaan industri sudah waktunya untuk diwaspadai mengingat kejadian ini mempunyai dampak yang sangat besar terhadap lingkungan di sekitarnya.
”Di Tuban sangat rawan dengan bencana ini, misalnya ledakan tambang atau bocornya pipa minyak. Jika hal itu terjadi maka masyarakat disekitar industri tersebut dapat dipastikan akan mengirup gas atau zat berbahaya yang ditimbulkan kejadian tersebut. Sehinga, bencana kegagalan industri tersebut perlu penanganan khusus,” ungkapnya.
Saat disinggung jika perusahaan tidak membuat peta rawan bencana kegagalan industri. Joko mengungkapkan, menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana, maka barang siapa pelaku industri yang tidak membuat peta rawan bencana dapat dikenakan hukuman pidana dengan ancaman hukuman pidana paling sedikit 3 tahun dan paling lama 6 tahun. ”Jadi, peta rawan bencana tersebut harus dimiliki perusahaan,” pungkasnya. (duc)
Salah satu dampak industri yang perlu diwaspadai adalah kegagalan industri. Sebab, kegagalan Industri berpotensi mengakibatkan kerusakan massif maupun bencana alam. Jika ini terjadi, yang paling dirugikan adalah masyarakat Tuban utamanya mereka yang bertempat tinggal di industri itu berdiri.
Demikian yang dikatakan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Tuban, Joko Ludiono, saat ditemui kotatuban.com, diruang kerjanya, Sabtu (16/11). Joko mengungkapkan, BPBD Tuban saat ini sedang mensosialisasikan kepada perusahaan-perusahaan yang ada di Tuban untuk membuat peta rawan becana akibat kegagalan teknologi. Pasalnya, hingga saat ini belum ada perusahaan yang membuat kesepakatan penangan bencana akibat kegagalan teknologi.
”Peta tersebut harus dimiliki oleh perusahaan. Hal ini sebagai langkah antisipasi jika terjadi bencana kegagalan teknologi. Selain itu, perusahaan tersebut tetap harus koordinasi dengan BPBD. Pasalnya, jika terjadi bencana tersebut BPBD yang menanganinya,” ujar mantan camat Grabagan tersebut.
Menurutnya, saat ini baik perusahaan maupun masyarakat harus menyadari akan bahayanya bencana akibat kegagalan teknologi. Pasalnya, di Tuban selama ini dirasa masih kurang disadari oleh perusahaan maupun masyarakat. Bencana kegagalan industri atau kecelakaan industri sudah waktunya untuk diwaspadai mengingat kejadian ini mempunyai dampak yang sangat besar terhadap lingkungan di sekitarnya.
”Di Tuban sangat rawan dengan bencana ini, misalnya ledakan tambang atau bocornya pipa minyak. Jika hal itu terjadi maka masyarakat disekitar industri tersebut dapat dipastikan akan mengirup gas atau zat berbahaya yang ditimbulkan kejadian tersebut. Sehinga, bencana kegagalan industri tersebut perlu penanganan khusus,” ungkapnya.
Saat disinggung jika perusahaan tidak membuat peta rawan bencana kegagalan industri. Joko mengungkapkan, menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana, maka barang siapa pelaku industri yang tidak membuat peta rawan bencana dapat dikenakan hukuman pidana dengan ancaman hukuman pidana paling sedikit 3 tahun dan paling lama 6 tahun. ”Jadi, peta rawan bencana tersebut harus dimiliki perusahaan,” pungkasnya. (duc)