Bojonegoro - Beberapa pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bojonegoro pada periode 2004-2009 pada tahun 2013 ini terpaksa harus meringkuk dibalik jeruji besi Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II A Bojonegoro. Mereka dijebloskan kedalam penjara karena menjadi koruptor dana perjalanan Dinas DPRD Bojonegoro tahun 2007 senilai Rp 13,2 miliar.
Beberapa pimpinan DPRD Bojonegoro itu yakni, mantan ketua DPRD Bojonegoro, Tamam Syaifuddin, dua mantan wakil ketua DPRD Bojonegoro Mochtar Setyohadi dan Maksum Amin, mantan Sekretaris Dewan, Prihadie serta mantan Bendahara DPRD Wahyuningsih. Sedangkan sekitar 39 anggota Dewan yang saat itu menjabat kini harus mengembalikan uang hasil korupsi tersebut. Anggota Dewan tersebut tidak ditahan, namun jika tidak mengembalikan uang kerugian negara maka harta kekayaannya akan disita untuk negara.
Tamam Syaifudin harus mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan mendekam ditahanan selama tiga tahun penjara dengan denda Rp200 juta dan mengembalikan uang negara Rp915.500.000. Tamam kini dithan di Lapas Suka Miskin, Bandung, Jawa Barat. Mochtar Setijohadi dan Maksum Amin masing-masing dihukum enam tahun penjara dan denda Rp200 juta. Mochtar diwajibkan mengembalikan uang negara Rp687.900.000 dan Maksum Amin mengembalikan uang negara Rp754.050.000.
Sedangkan, mantan Sekretaris DPRD Bojonegoro, Prihadie dihukum lima tahun penjara. Serta eksekusi terakhir yang dilakukan oleh hakim Mahkamah Agung yakni kepada mantan Bendahara Sekretariat DPRD Bojonegoro, Wahyuningsih. Wanita berkerudung ini dihukum selama enam tahun penjara. Dengan denda Rp 500 juta subsider lima bulan. Serta mengembalikan uang pengganti senilai Rp2.727.536.414 subsider tiga tahun.
Kejari kini masih menunggu pengembalian uang kerugia negara dari para perwakilan rakyat yang duduk di kursi Dewan. Pada 16 Desember lalu, Kejari memanggil 39 orang anggota dewan yang menerima uang hasil korupsi Dana Perjalanan Dinas DPRD 2006-2007 senilai Rp13,2 miliar. Dari jumlah tersebut hanya 24 orang yang hadir. Sisanya 9 orang alpa tanpa keterangan. Saat ini masih ada sekitar Rp 12 miliar yang belum dikembalikan. Pengembalian kerugian negara itu dilakukan dengan cara mengangsur.
"Mereka yang tidak datang memenuhi panggilan akan kami panggil ulang," ujar Kasi Intelijen Kejaksaan Negeri (Kejari) Bojonegoro, Nusirwan Sahrul, Senin (16/12/2013) lalu.
Nusirwan mengatakan, sampai saat ini baru sembilan anggota DPRD Bojonegoro yang membayar lunas dan masih ada 35 anggota Dewan yang harus memenuhi kewajiban pengembalian, termasuk unsur pimpinan Dewan dan staf Dewan. Pengembalian uang negara ini bersifat wajib atas putusan Mahkamah Agung yang menyebutkan jika perkara korupsi dana perjalanan dinas DPRD Bojonegoro tahun 2006-2007 mengakibatkan kerugian negara Rp13,2 miliar.
Sementara itu menurut Ali Mustofa, salah satu mantan anggota DPRD Bojonegoro, usai memenuhi panggilan mengatakan ia memenuhi panggilan karena menaati hukum. Ia juga berjanji akan mengembalikan dan melunasi uang yang telah diterimanya dulu. “Iya, saya akan mengembalikan semua uang itu,” ujarnya. Delapan nama mantan anggota DPRD Bojonegoro dan satu staf Setwan yang sudah lunas itu yakni, Abadi Mansur, Abdul Wakhid, Heni Sulistyoningsih, Chaerudin, M.Zain, Nafiq Sahal, Nasuka, Tjitjik Mursyidah dan Sri Norma (staf setwan).
Bidik Empat Kasus Korupsi Baru
Kejaksaan Negeri (Kejari) Bojonegoro kini telah melakukan penyelidikan empat kasus baru dugaan korupsi yang ada di Kabupaten Bojonegoro. Keempat kasus tersebut adalah dugaan penyimpangan proyek pembangunan gedung Pendidikan Anak Usai Dini (Paud) di Besa/Kecamatan Bubulan, Kabupaten Bojonegoro Tahun 2012. Kasus kedua mengenai adanya dugaan tindak pidana korupsi pengadaan kontruksi gudang SRG di Kecamatan Dander, pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kaupaten Bojonegoro tahun anggaran 2012.
Sementara kasus ketiga yakni, dugaan adanya penyimpangan dan pemborosan anggaran di Sekretariat DPRD Kabupaten BojonegoroTahun anggaran 2012. Kasus dugaan korupsi itu sudah dilakukan penyelidikan pada 03 Oktober 2013 lalu, setelah turunya surat perintah penyelidikan. Dalam kasus ini satu orang dari Sekretariat Dewan sudah diperiksa terkait dengan adanya dugaan penyelewengan anggaran untuk program Bimbingan Teknis (Bimtek), dan Sosialisasi Perundang-undangan.
Dalam proses penyelidikan ini Penyidik masih mencari indikasi pelanggarannya dengan meminta klarifikasi kepada pihak yang bersangkutan. Dalam dugaan korupsi ini penyidik sudah memeriksa tiga orang. Ketiganya yaitu, Kasubag Anggaran DPRD Bojonegoro, Inisial PL dan Stafnya inisial ST, serta Kasubag Risalah DPRD, inisial MS. "Inisial MS ini perannya sebagai penyelenggara bimtek. Sehingga ia yang memiliki tanggungjawab," ungkap Kasi Intel Kejari Bojonegoro, Nusirwan Sahrul.
Dari hasil pemeriksaan sementara, selama satu tahun, yakni pada tahun 2012 Dewan telah melakukan Bimtek sebanyak enam kali dengan jumlah anggaran sekitar Rp 4 Miliar. Selain Bimtek, untuk sosialisasi perundang-undangan selama empat kali sebesar kurang lebih sekitar Rp 2,7 Miliar. Belum diketahui secara pasti indikasi penyelewengan yang dilakukan dalam bentuk fiktif atau ada mark up anggaran. Setelah selesai melakukan proses penyelidikan pihaknya baru bisa menentukan jenis penyelewengan yang dilakukan.
Terakhir, kasus dugaan korupsi yang masih menjadi bidikan Kejari yakni, dugaan adanya penyimpangan tindak pidana korupsi pengadaan mobil dinas DPRD dan anggaran pemeliharaan serta perawatan mobil dinas operasional yang diduga secara fiktif. Pengadaan mobil dinas DPRD yang bermasalah itu sebanyak 12 mobil pada tahun 2012 lalu.
Ke-12 mobil tersebut kini dikembalikan lagi kepada pihak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) setempat atas rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dengan alasan pembeliannya menyalahi ketentuan, sehingga merugikan keuangan daerah. Penyerahan inventaris 12 kendaraan dinas DPRD merk Kijang Inova kepada pemkab dilakukan Sekretariat DPRD.
Penyerahan mobil itu, merupakan tindak lanjut dari hasil pemeriksaan BPK yang merekomendasikan pengadaan 12 mobil oleh Sekretariat DPRD setempat setahun lalu telah menyalahi ketentuan. Kasus ini muncul sesuai dengan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyebutkan pembeliannya menyalahi ketentuan, sehingga merugikan keuangan daerah. Kepala Kejari Bojonegoro, Tugas Utoto mengatakan, pihaknya akan memanggil para calon saksi untuk mengumpulkan bahan keterangan.
Dalam dugaan korupsi di Sekretariat Dewan dan mobil dinas, Kejari telah memanggil 6 orang calon saksi untuk dimintai keterangan. Selanjutnya, giliran anggota DPRD yang akan dimintai keterangan namun belum diketahui pasti kapan akan dipanggil. "Calon saksi kami terus panggil untuk menambah keterangan dalam penyelidikan," ujarnya.
Dugaan penyelewengan itu karena dalam pemanfaatannya 12 mobil langsung diserahkan kepada anggota DPRD. Seharusnya, dalam pemakaian kendaraan dinas itu harus diserahkan kepada Pemkab terlebih dahulu, selanjutnya baru mengajukan permohonan pinjam pakai. Sehingga BPK memberikan teguran kepada pemkab atas pengelolaan aset daerah yang tidak bisa maksimal.
Dalam kesempatannya terpisah, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah Pemkab Bojonegoro Ibnu Soeyoeti, mengatakan, sesuai Permendagri No.11 tahun 2007 tentang Standarisasi Sarana dan Prasarana Kerja Pemkab disebutkan kendaraan dinas Wakil Ketua DPRD Kabupaten/kota adalah satu sedan/minibus 2.200 cc.
Selain 12 mobil dinas anggota DPRD, tiga mobil dinas Wakil Ketua DPRD jenis Toyota Fortuner dengan kapasitas 2.500 cc juga telah menyalahi ketentuan. "Sesuai perhitungan BPK, pengadaan 12 kendaraan mobil dinas dan tiga mobil dinas Wakil Ketua DPRD itu telah merugikan keuangan daerah sebesar Rp4,675 miliar," ungkapnya. [uuk/kun]
Beberapa pimpinan DPRD Bojonegoro itu yakni, mantan ketua DPRD Bojonegoro, Tamam Syaifuddin, dua mantan wakil ketua DPRD Bojonegoro Mochtar Setyohadi dan Maksum Amin, mantan Sekretaris Dewan, Prihadie serta mantan Bendahara DPRD Wahyuningsih. Sedangkan sekitar 39 anggota Dewan yang saat itu menjabat kini harus mengembalikan uang hasil korupsi tersebut. Anggota Dewan tersebut tidak ditahan, namun jika tidak mengembalikan uang kerugian negara maka harta kekayaannya akan disita untuk negara.
Tamam Syaifudin harus mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan mendekam ditahanan selama tiga tahun penjara dengan denda Rp200 juta dan mengembalikan uang negara Rp915.500.000. Tamam kini dithan di Lapas Suka Miskin, Bandung, Jawa Barat. Mochtar Setijohadi dan Maksum Amin masing-masing dihukum enam tahun penjara dan denda Rp200 juta. Mochtar diwajibkan mengembalikan uang negara Rp687.900.000 dan Maksum Amin mengembalikan uang negara Rp754.050.000.
Sedangkan, mantan Sekretaris DPRD Bojonegoro, Prihadie dihukum lima tahun penjara. Serta eksekusi terakhir yang dilakukan oleh hakim Mahkamah Agung yakni kepada mantan Bendahara Sekretariat DPRD Bojonegoro, Wahyuningsih. Wanita berkerudung ini dihukum selama enam tahun penjara. Dengan denda Rp 500 juta subsider lima bulan. Serta mengembalikan uang pengganti senilai Rp2.727.536.414 subsider tiga tahun.
Kejari kini masih menunggu pengembalian uang kerugia negara dari para perwakilan rakyat yang duduk di kursi Dewan. Pada 16 Desember lalu, Kejari memanggil 39 orang anggota dewan yang menerima uang hasil korupsi Dana Perjalanan Dinas DPRD 2006-2007 senilai Rp13,2 miliar. Dari jumlah tersebut hanya 24 orang yang hadir. Sisanya 9 orang alpa tanpa keterangan. Saat ini masih ada sekitar Rp 12 miliar yang belum dikembalikan. Pengembalian kerugian negara itu dilakukan dengan cara mengangsur.
"Mereka yang tidak datang memenuhi panggilan akan kami panggil ulang," ujar Kasi Intelijen Kejaksaan Negeri (Kejari) Bojonegoro, Nusirwan Sahrul, Senin (16/12/2013) lalu.
Nusirwan mengatakan, sampai saat ini baru sembilan anggota DPRD Bojonegoro yang membayar lunas dan masih ada 35 anggota Dewan yang harus memenuhi kewajiban pengembalian, termasuk unsur pimpinan Dewan dan staf Dewan. Pengembalian uang negara ini bersifat wajib atas putusan Mahkamah Agung yang menyebutkan jika perkara korupsi dana perjalanan dinas DPRD Bojonegoro tahun 2006-2007 mengakibatkan kerugian negara Rp13,2 miliar.
Sementara itu menurut Ali Mustofa, salah satu mantan anggota DPRD Bojonegoro, usai memenuhi panggilan mengatakan ia memenuhi panggilan karena menaati hukum. Ia juga berjanji akan mengembalikan dan melunasi uang yang telah diterimanya dulu. “Iya, saya akan mengembalikan semua uang itu,” ujarnya. Delapan nama mantan anggota DPRD Bojonegoro dan satu staf Setwan yang sudah lunas itu yakni, Abadi Mansur, Abdul Wakhid, Heni Sulistyoningsih, Chaerudin, M.Zain, Nafiq Sahal, Nasuka, Tjitjik Mursyidah dan Sri Norma (staf setwan).
Bidik Empat Kasus Korupsi Baru
Kejaksaan Negeri (Kejari) Bojonegoro kini telah melakukan penyelidikan empat kasus baru dugaan korupsi yang ada di Kabupaten Bojonegoro. Keempat kasus tersebut adalah dugaan penyimpangan proyek pembangunan gedung Pendidikan Anak Usai Dini (Paud) di Besa/Kecamatan Bubulan, Kabupaten Bojonegoro Tahun 2012. Kasus kedua mengenai adanya dugaan tindak pidana korupsi pengadaan kontruksi gudang SRG di Kecamatan Dander, pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kaupaten Bojonegoro tahun anggaran 2012.
Sementara kasus ketiga yakni, dugaan adanya penyimpangan dan pemborosan anggaran di Sekretariat DPRD Kabupaten BojonegoroTahun anggaran 2012. Kasus dugaan korupsi itu sudah dilakukan penyelidikan pada 03 Oktober 2013 lalu, setelah turunya surat perintah penyelidikan. Dalam kasus ini satu orang dari Sekretariat Dewan sudah diperiksa terkait dengan adanya dugaan penyelewengan anggaran untuk program Bimbingan Teknis (Bimtek), dan Sosialisasi Perundang-undangan.
Dalam proses penyelidikan ini Penyidik masih mencari indikasi pelanggarannya dengan meminta klarifikasi kepada pihak yang bersangkutan. Dalam dugaan korupsi ini penyidik sudah memeriksa tiga orang. Ketiganya yaitu, Kasubag Anggaran DPRD Bojonegoro, Inisial PL dan Stafnya inisial ST, serta Kasubag Risalah DPRD, inisial MS. "Inisial MS ini perannya sebagai penyelenggara bimtek. Sehingga ia yang memiliki tanggungjawab," ungkap Kasi Intel Kejari Bojonegoro, Nusirwan Sahrul.
Dari hasil pemeriksaan sementara, selama satu tahun, yakni pada tahun 2012 Dewan telah melakukan Bimtek sebanyak enam kali dengan jumlah anggaran sekitar Rp 4 Miliar. Selain Bimtek, untuk sosialisasi perundang-undangan selama empat kali sebesar kurang lebih sekitar Rp 2,7 Miliar. Belum diketahui secara pasti indikasi penyelewengan yang dilakukan dalam bentuk fiktif atau ada mark up anggaran. Setelah selesai melakukan proses penyelidikan pihaknya baru bisa menentukan jenis penyelewengan yang dilakukan.
Terakhir, kasus dugaan korupsi yang masih menjadi bidikan Kejari yakni, dugaan adanya penyimpangan tindak pidana korupsi pengadaan mobil dinas DPRD dan anggaran pemeliharaan serta perawatan mobil dinas operasional yang diduga secara fiktif. Pengadaan mobil dinas DPRD yang bermasalah itu sebanyak 12 mobil pada tahun 2012 lalu.
Ke-12 mobil tersebut kini dikembalikan lagi kepada pihak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) setempat atas rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dengan alasan pembeliannya menyalahi ketentuan, sehingga merugikan keuangan daerah. Penyerahan inventaris 12 kendaraan dinas DPRD merk Kijang Inova kepada pemkab dilakukan Sekretariat DPRD.
Penyerahan mobil itu, merupakan tindak lanjut dari hasil pemeriksaan BPK yang merekomendasikan pengadaan 12 mobil oleh Sekretariat DPRD setempat setahun lalu telah menyalahi ketentuan. Kasus ini muncul sesuai dengan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyebutkan pembeliannya menyalahi ketentuan, sehingga merugikan keuangan daerah. Kepala Kejari Bojonegoro, Tugas Utoto mengatakan, pihaknya akan memanggil para calon saksi untuk mengumpulkan bahan keterangan.
Dalam dugaan korupsi di Sekretariat Dewan dan mobil dinas, Kejari telah memanggil 6 orang calon saksi untuk dimintai keterangan. Selanjutnya, giliran anggota DPRD yang akan dimintai keterangan namun belum diketahui pasti kapan akan dipanggil. "Calon saksi kami terus panggil untuk menambah keterangan dalam penyelidikan," ujarnya.
Dugaan penyelewengan itu karena dalam pemanfaatannya 12 mobil langsung diserahkan kepada anggota DPRD. Seharusnya, dalam pemakaian kendaraan dinas itu harus diserahkan kepada Pemkab terlebih dahulu, selanjutnya baru mengajukan permohonan pinjam pakai. Sehingga BPK memberikan teguran kepada pemkab atas pengelolaan aset daerah yang tidak bisa maksimal.
Dalam kesempatannya terpisah, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah Pemkab Bojonegoro Ibnu Soeyoeti, mengatakan, sesuai Permendagri No.11 tahun 2007 tentang Standarisasi Sarana dan Prasarana Kerja Pemkab disebutkan kendaraan dinas Wakil Ketua DPRD Kabupaten/kota adalah satu sedan/minibus 2.200 cc.
Selain 12 mobil dinas anggota DPRD, tiga mobil dinas Wakil Ketua DPRD jenis Toyota Fortuner dengan kapasitas 2.500 cc juga telah menyalahi ketentuan. "Sesuai perhitungan BPK, pengadaan 12 kendaraan mobil dinas dan tiga mobil dinas Wakil Ketua DPRD itu telah merugikan keuangan daerah sebesar Rp4,675 miliar," ungkapnya. [uuk/kun]